Senin, 29 Maret 2010

Ikterus

Pengertian Ikterus
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning (gejala kuning) karena penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum mencapai 2 – 3 mg/dl. Kadar bilirubin serum normal 0,3 – 1 mg/dl.
2.1.1. Ikterus Fisiologis ( Normal )
Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL. Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Terdapat 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.


Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin.

2.1.2. Ikterus Patologis ( Tidak Normal ) / Hiperbillirubinemia
Ikterus juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal), ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia. Ikterus yang patologis misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain. Ikterus Patologis jika :
- Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
- Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
- Peningkatan kadar bilirubin total serum 0,5 mg/dL/jam.
- Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil )
- Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
Dan Penelitian di RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubinemia bila:
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G-6-PD, dan sepsis)
5. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut:
Berat lahir kurang dari 2 kg
Masa kehamilan kurang dari 36 minggu
Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan
Infeksi
Trauma lahir pada kepala
Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida)
Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus”. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanya antara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental.

2.1.3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.

2.2. Bilirubin Pada Ikterus
2.2.1. Pengertian Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi. Bilirubin merupakan zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan Hemoglobin (zat merah darah) pada system RES dalam tubuh yang selanjutnya mengalami proses konjugasi di liver, dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke empedu, kemudian ke usus.
2.2.2. Jenis Bilirubin
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:.
1. Bilirubin indirek :
 Bilirubin tidak terkonjugasi (belum dikonjugasi) atau bilirubin bebas
 Bilirubin larut dalam lemak (tidak larut dalam air), berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin direk :
 Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin terikat
 Bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
 Ekskresi melalui usus, bila terdapat obstruksi, ekskresi melalui ginjal

2.2.3. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam
air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin
binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah
matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
 Produksi : Sumbernya adalah produk degradasi hemoglobin (terutama) sebagaian dari sumber lain.
 Transportasi : Bilirubin indirek diangkut ke hepar dalam ikatan dengan albumin.
 Konjugasi : di hear bílirubin dikonjugasi menjadi bilirubin direk dengan pengaruh enzim glukuronil transferase.
 Ekskresi : Bilirubin diekskresi ke usus melalui duktus koledokus.
































2.2.4. Pembentukan Bilirubin
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
2.2.5. Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.
Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:
 Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )
 Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )
 Antibiotik dengan kandungan sulfa (Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole)
 Penicilin ( propicilin, cloxacillin )
 Lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )
Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:
 Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian
besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
 Bilirubin bebas
 Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
 Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.
2.2.6. Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya.
2.2.7. Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase ( UDPG – T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.
2.2.8. Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase yang terdapat dalam usus. Reasorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

2.3. Etiologi & Faktor Resiko
2.3.1. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
• Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
• Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
• Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
• Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
• Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
• Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
• Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi.


a. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
 Kelainan sel darah merah
 Infeksi seperti malaria, sepsis.
 Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang berasal dari
dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.

b. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.

c. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
2.3.2. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
• Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
• Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
• Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
• ASI

b. Faktor Perinatal
• Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
• Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
• Prematuritas
• Faktor genetik
• Polisitemia
• Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
• Rendahnya asupan ASI
• Hipoglikemia
• Hipoalbuminemia

2.4. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL.
Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.
2.5. Patofisiologi
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dengan cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dengan cahaya matahari dengan cara menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi. Jika warna kulit tetap kuning, berarti kemungkinan bayi kita telah mengalami ikterus, dan kadar bilirubinnya tinggi. Ikterus pada bayi baru lahir baru terlihat kalau kadar bilirubin mencapai 5 mg%. Pengamatan di RSCM menunjukkan ikterus baru terlihat jelas saat kadar bilirubin mencapai 6 %.
Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15 - 20% bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropoesis yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase, peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas
Penyebab ikterus / faktor resiko ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
4. Obstruksi atau Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver).
Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini : Over produksi, Penurunan ambilan hepatic, Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
1. Over produksi (Produksi yang berlebihan).
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis (pemecahan darah) akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.
2. Penurunan ambilan hepatic, Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
3. Penurunan konjugasi hepatic, Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II
4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik), Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis, alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak yang disebut Kernikterus tersebut, pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991).


2.6. Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus dilakukan dengan sinar matahari .Bayi baru lahir akan tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira kira 6 mg/dl .Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada BBL menurut kramer adalah ” dengan jari telumjuk ditekankan pada tempat tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung ,dada ,lutut. Tempat yang ditekan akan tampak pucat
 Derajat Ikterus Menurut KRAMER ( 1969 ),
Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin
1. Kepala dan leher 6,6 mg %
2. Pusat – leher 9,9 mg %
3. Pusat – paha 13,2 mg %
4. Lengan + tungkai 16.3 mg %
5. Tangan + kaki > 16,5 mg %

 Bahaya Hiperbilirubin
Bilirubin melekat pada membran dan mitokodria sel otot
 Derajat I : Malas minum, hipotoni, lethargia, muntah, reflex moro
 Derajat II : Kejang, Hipertermi, Irritable, rigedity.
 Derajat III : Tuli, retardasi mental, gangguan pendengaran
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
2.7. Gejala dan tanda klinis
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Jadi secara garis besar, Ikterus / Hiperbilirubinemia Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
Bruising, sefalhematom (peradarahan kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urine warna coklat
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
Gejala dan Tanda :
1. Fourthy, female, fat, fertile.
2. Mata : xantelasma
3. Warna kulit : kuning pucat, kuning orange atau kuning kehijauan.
4. Gejala sirosis hepatis (kriteria Suharyono Subandiri) : Spider nevi, Asites dengan atau tanpa udema, Hepatosplenomegali, Ratio albumin dan globulin terbalik, Venektasi, Hematemesis, Eritema Palmaris, Ginekomasti.
5. Pemeriksaan regio hipokondria dextra : hepatomegali, murphy sign, pembesaran kandung empedu. Pemeriksaan regio epigastrium : hepatomegali.
6. Bekas garukan (pruritus) dan ekskoriasi.
7. Tanda-tanda gagal jantung kanan : udema kaki, hipertropi ventrikel kanan, pulsasi epigastrium, JVP meningkat, hepatojugular reflux gallop
8. Bilirubin serum total, bilirubin direk dan indirek.
9. Darah
10. Protein serum total, albumin serum, globulin serum.
11. Kolesterol total.
12. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase).
13. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase).
14. Alkali phosphatase.
15. 5 Nukleotidase.
16. Tes serologik : HbsAg, IgM anti HAV
17. BSP (Brom Sulphatalein) dll
2.8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya peningkatan kadar bilirubin. Pada Ikterus neonatorum,
Diagnose :
1. Kadar bilirubin serum (total)
2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
2.9. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen.
2. Ultrasonografi.
3. CT Scan.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging).
5. PTC (Percutans Transhepatic Colangiography).
6. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography
2.10. Penatalaksanaan, Pengobatan Ikterus
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Penangangan utama pada penderita hiperbilirubin adalah dengan fototerapi. Fototerapi adalah pemajanan sinar biru atau sinar fluoresen (panjang gelombang 430 sampai 470) pada kulit bayi. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural bilirubin (foto-isomerisasi) menjadi isomer terpolarisasi yang larut dalam air, isomer ini dieksresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu.
Cara lain adalah dengan menjemurnya di bawah sinar matahari pagi selama 15 menit.
1. Tatalaksana Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
• Minum ASI dini dan sering
• Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
• Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)
• Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.
• Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
• Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin,
tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
• Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan
terapi sinar.
• Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi
sinar, lakukan terapi sinar
• Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab
hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
• Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia
Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.
• Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar.
• Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:
• Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar
hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.
• Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).
• Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
• Persiapkan transfer.
• Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar.
• Kirim contoh darah ibu dan bayi.
• Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.
• Nasihati ibu:
• Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
• Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).
• Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.
• Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).
• Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.
Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)
• Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.
• Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab.
• Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.
• Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.
Adapun Penatalaksanaan Ikterus secara umum meliputi :
1. Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis.
2. Dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang memadai.
3. Di rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin (Infus Albumin), fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat (Transfusi Pengganti) dan Therapi Obat.
Hiperbilirubinemia ringan tidak memerlukan pengobatan.Lebih sering menyusui bayi, akan mempercepat pembuangan isi usus sehingga mengurangi penyerapan kembali bilirubin dari usus dan menurunkan kadar bilirubin dalam darah. Jika kadar bilirubin lebih tinggi, bisa dilakukan fototerapi, dimana bayi disinari dengan cahaya bilirubin.
Cahaya yang diarahkan ke kulit bayi menyebabkan suatu perubahan kimia pada molekul bilirubin di dalam jaringan bawah kulit. Dengan adanya perubahan ini, maka bilirubin bisa segera dibuang tanpa harus diubah terlebih dahulu oleh hati. Jika kadar bilirubin sangat tinggi, dilakukan terapi ganti, dimana darah bayi dibuang untuk membuang bilirubin dan diganti dengan darah segar. Pada jaundice ASI, kadang pemberian ASI harus dihentikan selama 1-2 hari. Segera setelah kadar bilirubin mulai menurun, ASI boleh kembali diberikan.

2.10.1.Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir:
Fototherapi (Terapi sinar) dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur yang diselidikinya.
Terapi sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi juga efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan efek samping yang minimal, dan belum pernah dilaporkan efek jangka panjang yang berbahaya.
A. Tata Cara/Perawatan Bayi Dengan Terapi Sinar
Bila bayi kita terpaksa dirawat di RS untuk mendapatkan terapi sinar, sebagai ibu kita perlu benar-benar memahami dan mengerti tata cara terapi sinar ini agar hasilnya bisa optimal, dan yang lebih penting lagi mengantisipasi semua efek samping yang mungkin muncul.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:
1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan.
Bila dievaluasi ternyata tidak banyak perubahan pada kadar bilirubin, perlu diperhatikan kemungkinan lampu yang kkurang efektif, atau ada komplikasi pada bayi seperti dehidrasi, hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi, gangguan metabolisme, dan lain-lain.
B. Komplikasi Yang Ditimbulkan Oleh Terapi Sinar
Setiap pengobatan selalu akan menimbulkan efek samping. Dlam penelitian yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya bersifat sementara, dan dapat dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar.
Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:
1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI.
2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat).
3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.
4. Kenaikan suhu tubuh.
5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat sementara.
Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupaka pilihan dalam mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
2.10.2. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunakan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
2.10.3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika
2.11. Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.
Pencegahan perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:
1. Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.
Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.
AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.





2. Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.
Pemeriksaan Golongan Darah
Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.
Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar