Senin, 29 Maret 2010

Pemberian Obat Parenteral

PEMBERIAN OBAT PARENTERAL
2.1.1. Pengertian
Merupakan suatu tindakan keperawatan yang di lakukan dengan cara memasukan cairan atau obat melalui intravena dalam jumlah yang di butuhkan dengan waktu yang ditentukan dalam menggunakan infus set. Pemberian caiaran infus dapat diberikan pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan dan nutrisi yang berat, tindakan ini membutuhkan kesterilan mengingat langsung berhubungan dengan pembuluh darah.

2.1.2. Tujuan
1. Sebagai tindakan pengobatan dan pemberian nutrisi
2. Mencukupi kebutuhan tubuh pasien akan cairan dan elektrolit
3. Untuk memberikan respon yang cepat terhadap pemberian obat
4. Untuk memasukkan dosis obat dalam jumlah besar secara terus-menerus
5. Untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan pasien dengan mengurangi kebutuhan injeksi intramuskuler.
6. Untuk memasukkan obat yang tidak dapat diberikan secara oral (misal :pada pasien koma) atau IM (misal : pasien dengan gangguan koagulasi).

2.1.3. Prinsip pemberian infus
1. Steril
2. Indikasi : a. Pasien dengan dehidrasi atau yang mengalami pengeluaran cairan atau
nutrisi yang berat.
b. Pasien sebelum transfusi darah.
c. Pasien pra dan pasca operasi.
d. Pasien yang tidak bisa beraktivitas makan dan minum melalui mulut
(oral).
e. Pasien yang memerlukan pengobatan melalui parenteral.
3. Kontraindikasi : Bila terdapat luka atau gangguan pada area penyuntikan infus.

2.1.4. Lokasi pemberian infus
1. Vena yang terdapat di lengan :
a. Vena spalika
b. Vena basilica
c. Vena mediana kubiti

2. Vena yang ada di kepala : Vena temporalis (khusus untuk anak-anak)

Ikterus

Pengertian Ikterus
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal berwarna putih) menjadi kuning (gejala kuning) karena penumpukan bilirubin dalam aliran darah yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus biasanya baru dapat dilihat kalau kadar bilirubin serum mencapai 2 – 3 mg/dl. Kadar bilirubin serum normal 0,3 – 1 mg/dl.
2.1.1. Ikterus Fisiologis ( Normal )
Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL. Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3, tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Terdapat 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 – 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu.


Gambar berikut menunjukan metabolisme pemecahan hemoglobin dan pembentukan bilirubin.

2.1.2. Ikterus Patologis ( Tidak Normal ) / Hiperbillirubinemia
Ikterus juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal), ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia. Ikterus yang patologis misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain. Ikterus Patologis jika :
- Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
- Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
- Peningkatan kadar bilirubin total serum 0,5 mg/dL/jam.
- Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil )
- Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
Dan Penelitian di RSCM Jakarta menunjukkan bahwa dianggap hiperbilirubinemia bila:
1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin darah lebih dari 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin darah 10 mg% pada neonatus (bayi baru lahir) kurang bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (pemecahan darah yang berlebihan) pada inkompatibilitas darah (darah ibu berlawanan rhesus dengan bayinya), kekurangan enzim G-6-PD, dan sepsis)
5. Ikterus yang disertai dengan keadaan-keadaan sebagai berikut:
Berat lahir kurang dari 2 kg
Masa kehamilan kurang dari 36 minggu
Asfiksia, hipoksia (kekurangan oksigen), sindrom gangguan pernafasan
Infeksi
Trauma lahir pada kepala
Hipoglikemi (kadar gula terlalu rendah), hipercarbia (kelebihan carbondioksida)
Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus”. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanya antara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental.

2.1.3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis yang terjadi secara kronik.

2.2. Bilirubin Pada Ikterus
2.2.1. Pengertian Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi. Bilirubin merupakan zat yang terbentuk sebagai akibat dari proses pemecahan Hemoglobin (zat merah darah) pada system RES dalam tubuh yang selanjutnya mengalami proses konjugasi di liver, dan akhirnya diekskresi (dikeluarkan) oleh liver ke empedu, kemudian ke usus.
2.2.2. Jenis Bilirubin
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:.
1. Bilirubin indirek :
 Bilirubin tidak terkonjugasi (belum dikonjugasi) atau bilirubin bebas
 Bilirubin larut dalam lemak (tidak larut dalam air), berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
2. Bilirubin direk :
 Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin terikat
 Bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.
 Ekskresi melalui usus, bila terdapat obstruksi, ekskresi melalui ginjal

2.2.3. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah
Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam
air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya
hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin
binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah
matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai
sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
 Produksi : Sumbernya adalah produk degradasi hemoglobin (terutama) sebagaian dari sumber lain.
 Transportasi : Bilirubin indirek diangkut ke hepar dalam ikatan dengan albumin.
 Konjugasi : di hear bílirubin dikonjugasi menjadi bilirubin direk dengan pengaruh enzim glukuronil transferase.
 Ekskresi : Bilirubin diekskresi ke usus melalui duktus koledokus.
































2.2.4. Pembentukan Bilirubin
Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
2.2.5. Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.
Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:
 Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )
 Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )
 Antibiotik dengan kandungan sulfa (Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole)
 Penicilin ( propicilin, cloxacillin )
 Lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )
Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:
 Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian
besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
 Bilirubin bebas
 Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
 Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.
2.2.6. Asupan Bilirubin
Pada saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya.
2.2.7. Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase ( UDPG – T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.
2.2.8. Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase yang terdapat dalam usus. Reasorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

2.3. Etiologi & Faktor Resiko
2.3.1. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
• Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
• Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
• Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
• Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
• Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
• Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
• Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi.


a. Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
 Kelainan sel darah merah
 Infeksi seperti malaria, sepsis.
 Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang berasal dari
dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan eritroblastosis fetalis.

b. Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.

c. Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
2.3.2. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
• Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
• Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
• Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
• ASI

b. Faktor Perinatal
• Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
• Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
• Prematuritas
• Faktor genetik
• Polisitemia
• Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
• Rendahnya asupan ASI
• Hipoglikemia
• Hipoalbuminemia

2.4. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL.
Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.
Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.
Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual.
2.5. Patofisiologi
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dengan cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dengan cahaya matahari dengan cara menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi. Jika warna kulit tetap kuning, berarti kemungkinan bayi kita telah mengalami ikterus, dan kadar bilirubinnya tinggi. Ikterus pada bayi baru lahir baru terlihat kalau kadar bilirubin mencapai 5 mg%. Pengamatan di RSCM menunjukkan ikterus baru terlihat jelas saat kadar bilirubin mencapai 6 %.
Kurang lebih 80 - 85 % bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit tua. Sisanya 15 - 20% bilirubin berasal dari penghancuran eritrosit muda karena proses eritropoesis yang inefektif di sumsum tulang, hasil metabolisme proein yang mengandung heme lain seperti sitokrom P-450 hepatik, katalase, peroksidase, mioglobin otot dan enzim yang mengandung heme dengan distribusi luas
Penyebab ikterus / faktor resiko ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
4. Obstruksi atau Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver).
Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini : Over produksi, Penurunan ambilan hepatic, Penurunan konjugasi hepatic, Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik)
1. Over produksi (Produksi yang berlebihan).
Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis (pemecahan darah) akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin tak terkonjugasi meningkat dalam darah. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.
2. Penurunan ambilan hepatic, Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
3. Penurunan konjugasi hepatic, Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II
4. Penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik), Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : reaksi obat, hepatitis, alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak yang disebut Kernikterus tersebut, pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( Markum, 1991).


2.6. Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus dilakukan dengan sinar matahari .Bayi baru lahir akan tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira kira 6 mg/dl .Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan derajat kuning pada BBL menurut kramer adalah ” dengan jari telumjuk ditekankan pada tempat tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung ,dada ,lutut. Tempat yang ditekan akan tampak pucat
 Derajat Ikterus Menurut KRAMER ( 1969 ),
Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin
1. Kepala dan leher 6,6 mg %
2. Pusat – leher 9,9 mg %
3. Pusat – paha 13,2 mg %
4. Lengan + tungkai 16.3 mg %
5. Tangan + kaki > 16,5 mg %

 Bahaya Hiperbilirubin
Bilirubin melekat pada membran dan mitokodria sel otot
 Derajat I : Malas minum, hipotoni, lethargia, muntah, reflex moro
 Derajat II : Kejang, Hipertermi, Irritable, rigedity.
 Derajat III : Tuli, retardasi mental, gangguan pendengaran
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.
2.7. Gejala dan tanda klinis
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Jadi secara garis besar, Ikterus / Hiperbilirubinemia Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2. Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3. Trauma lahir
Bruising, sefalhematom (peradarahan kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4. Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
5. Letargik dan gejala sepsis lainnya
6. Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9. Omfalitis (peradangan umbilikus)
10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12. Feses dempul disertai urine warna coklat
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
Gejala dan Tanda :
1. Fourthy, female, fat, fertile.
2. Mata : xantelasma
3. Warna kulit : kuning pucat, kuning orange atau kuning kehijauan.
4. Gejala sirosis hepatis (kriteria Suharyono Subandiri) : Spider nevi, Asites dengan atau tanpa udema, Hepatosplenomegali, Ratio albumin dan globulin terbalik, Venektasi, Hematemesis, Eritema Palmaris, Ginekomasti.
5. Pemeriksaan regio hipokondria dextra : hepatomegali, murphy sign, pembesaran kandung empedu. Pemeriksaan regio epigastrium : hepatomegali.
6. Bekas garukan (pruritus) dan ekskoriasi.
7. Tanda-tanda gagal jantung kanan : udema kaki, hipertropi ventrikel kanan, pulsasi epigastrium, JVP meningkat, hepatojugular reflux gallop
8. Bilirubin serum total, bilirubin direk dan indirek.
9. Darah
10. Protein serum total, albumin serum, globulin serum.
11. Kolesterol total.
12. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase).
13. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase).
14. Alkali phosphatase.
15. 5 Nukleotidase.
16. Tes serologik : HbsAg, IgM anti HAV
17. BSP (Brom Sulphatalein) dll
2.8. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya peningkatan kadar bilirubin. Pada Ikterus neonatorum,
Diagnose :
1. Kadar bilirubin serum (total)
2. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi
3. Penentuan golongan darah dan Rh dari ibu dan bayi
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
2.9. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen.
2. Ultrasonografi.
3. CT Scan.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging).
5. PTC (Percutans Transhepatic Colangiography).
6. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography
2.10. Penatalaksanaan, Pengobatan Ikterus
Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Penangangan utama pada penderita hiperbilirubin adalah dengan fototerapi. Fototerapi adalah pemajanan sinar biru atau sinar fluoresen (panjang gelombang 430 sampai 470) pada kulit bayi. Penyinaran ini menyebabkan perubahan struktural bilirubin (foto-isomerisasi) menjadi isomer terpolarisasi yang larut dalam air, isomer ini dieksresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu.
Cara lain adalah dengan menjemurnya di bawah sinar matahari pagi selama 15 menit.
1. Tatalaksana Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi, kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut:
• Minum ASI dini dan sering
• Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
• Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)
• Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.
• Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg, lahir
sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
• Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin,
tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
• Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar, hentikan
terapi sinar.
• Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya terapi
sinar, lakukan terapi sinar
• Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan penyebab
hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
• Tentukan diagnosis banding

2. Tata laksana Hiperbilirubinemia
Hemolitik
Paling sering disebabkan oleh inkompatibilitas faktor Rhesus atau golongan darah ABO antara bayi dan ibu atau adanya defisiensi G6PD pada bayi. Tata laksana untuk keadaan ini berlaku untuk semua ikterus hemolitik, apapun penyebabnya.
• Bila nilai bilirubin serum memenuhi kriteria untuk dilakukannya terapi sinar,
lakukan terapi sinar.
• Bila rujukan untuk dilakukan transfusi tukar memungkinkan:
• Bila bilirubin serum mendekati nilai dibutuhkannya transfusi tukar, kadar
hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%) dan tes Coombs positif, segera rujuk bayi.
• Bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tes Coombs, segera rujuk bayi bila ikterus telah terlihat sejak hari 1 dan hemoglobin < 13 g/dL (hematokrit < 40%).
• Bila bayi dirujuk untuk transfusi tukar:
• Persiapkan transfer.
• Segera kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter dengan fasilitas transfusi tukar.
• Kirim contoh darah ibu dan bayi.
• Jelaskan kepada ibu tentang penyebab bayi menjadi kuning, mengapa perlu dirujuk dan terapi apa yang akan diterima bayi.
• Nasihati ibu:
• Bila penyebab ikterus adalah inkompatibilitas Rhesus, pastikan ibu mendapatkan informasi yang cukup mengenai hal ini karena berhubungan dengan kehamilan berikutnya.
• Bila bayi memiliki defisiensi G6PD, informasikan kepada ibu untuk menghindari zat-zat tertentu untuk mencegah terjadinya hemolisis pada bayi (contoh: obat antimalaria, obat-obatan golongan sulfa, aspirin, kamfer/mothballs, favabeans).
• Bila hemoglobin < 10 g/dL (hematokrit < 30%), berikan transfusi darah.
• Bila ikterus menetap selama 2 minggu atau lebih pada bayi cukup bulan atau 3 minggu lebih lama pada bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan 37 minggu), terapi sebagai ikterus berkepanjangan (prolonged jaundice).
• Follow up setelah kepulangan, periksa kadar hemoglobin setiap minggu selama 4 minggu. Bila hemoglobin < 8 g/dL (hematokrit < 24%), berikan transfusi darah.
Ikterus Berkepanjangan (Prolonged Jaundice)
• Diagnosis ditegakkan apabila ikterus menetap hingga 2 minggu pada neonatus cukup bulan, dan 3 minggu pada neonatus kurang bulan.
• Terapi sinar dihentikan, dan lakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab.
• Bila buang air besar bayi pucat atau urin berwarna gelap, persiapkan kepindahan bayi dan rujuk ke rumah sakit tersier atau senter khusus untuk evaluasi lebih lanjut, bila memungkinkan.
• Bila tes sifilis pada ibu positif, terapi sebagai sifilis kongenital.
Adapun Penatalaksanaan Ikterus secara umum meliputi :
1. Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis.
2. Dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang memadai.
3. Di rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin (Infus Albumin), fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat (Transfusi Pengganti) dan Therapi Obat.
Hiperbilirubinemia ringan tidak memerlukan pengobatan.Lebih sering menyusui bayi, akan mempercepat pembuangan isi usus sehingga mengurangi penyerapan kembali bilirubin dari usus dan menurunkan kadar bilirubin dalam darah. Jika kadar bilirubin lebih tinggi, bisa dilakukan fototerapi, dimana bayi disinari dengan cahaya bilirubin.
Cahaya yang diarahkan ke kulit bayi menyebabkan suatu perubahan kimia pada molekul bilirubin di dalam jaringan bawah kulit. Dengan adanya perubahan ini, maka bilirubin bisa segera dibuang tanpa harus diubah terlebih dahulu oleh hati. Jika kadar bilirubin sangat tinggi, dilakukan terapi ganti, dimana darah bayi dibuang untuk membuang bilirubin dan diganti dengan darah segar. Pada jaundice ASI, kadang pemberian ASI harus dihentikan selama 1-2 hari. Segera setelah kadar bilirubin mulai menurun, ASI boleh kembali diberikan.

2.10.1.Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir:
Fototherapi (Terapi sinar) dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur yang diselidikinya.
Terapi sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi juga efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan efek samping yang minimal, dan belum pernah dilaporkan efek jangka panjang yang berbahaya.
A. Tata Cara/Perawatan Bayi Dengan Terapi Sinar
Bila bayi kita terpaksa dirawat di RS untuk mendapatkan terapi sinar, sebagai ibu kita perlu benar-benar memahami dan mengerti tata cara terapi sinar ini agar hasilnya bisa optimal, dan yang lebih penting lagi mengantisipasi semua efek samping yang mungkin muncul.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:
1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi.
2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal.
4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan.
Bila dievaluasi ternyata tidak banyak perubahan pada kadar bilirubin, perlu diperhatikan kemungkinan lampu yang kkurang efektif, atau ada komplikasi pada bayi seperti dehidrasi, hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi, gangguan metabolisme, dan lain-lain.
B. Komplikasi Yang Ditimbulkan Oleh Terapi Sinar
Setiap pengobatan selalu akan menimbulkan efek samping. Dlam penelitian yang dilakukan selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek samping hanya bersifat sementara, dan dapat dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar.
Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:
1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI.
2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat).
3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak.
4. Kenaikan suhu tubuh.
5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat sementara.
Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupaka pilihan dalam mengatasi hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
2.10.2. Transfusi Pengganti
Transfuse pengganti atau imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu
2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir
3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama
4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama
5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama
6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl
7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus
Transfusi pengganti digunakan untuk:
1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap antibody maternal
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan serum bilirubin
4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin
Pada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil
2.10.3. Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika
2.11. Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.
Pencegahan perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut:
1. Primer
AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.
Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.
AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.





2. Sekunder
Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.
Pemeriksaan Golongan Darah
Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Penilaian Klinis

Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain.
Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi sehingga memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.

Patologi - Proses Penuaan

Pengertian Penuaan
Penuaan (ageing) merupakan suatu konsekuensi (proses alamiah) yang tidak dapat dihindarkan dan pasti terjadi pada setiap manusia. Tidak seorangpun yang dapat menghentikan proses penuaan. Siklus ini ditandai dengan tahap-tahap mulai menurunnya berbagai fungsi organ tubuh karena setelah mencapai dewasa, secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena proses penuaan. Penuaan merupakan suatu proses multidimensional, yang tidak hanya terkait dengan faktor jasmani, tapi juga psikologis dan sosial. Penuaan itu sendiri adalah suatu proses alamiah kompleks yang melibatkan setiap molekul, sel dan organ dalam tubuh.
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. (Constantindes, 1994)
Proses menua bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu masa atau tahap hidup manusia yaitu: bayi, kanak-kanak, dewasa, tua, dan lanjut usia. Orang mati bukan karena lanjut usia tetapi karena suatu penyakit, atau juga suatu kecacatan.Akan tetapi proses menua dapat menyebabkan berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia.
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai usia dewasa. Misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak maupun menurunnya.



2.2. Teori - Teori Penuaan dan Proses Menua
2.2.1. Teori Penuaan
Dari sudut pandang ilmiah, mengapa dan bagaimana tubuh kita mengalami penuaan masih merupakan misteri yang terus menerus dicari jawabannya oleh para ilmuwan. Proses penuaan itu sendiri dapat melingkupi adanya perubahan pada jaringan tubuh sampai dengan perubahan mekanisme pada tingkat sel. Selama bertahun-tahun, banyak teori yang berusaha menjelaskan mengenai proses ini dan perubahan-perubahan apa yang menyebabkan penuaan.
Teori penuaan pada dasarnya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu teori Program dan Teori Wear and Tear.
1. Teori program menekankan prinsip bahwa di dalam tubuh manusia terdapat
suatu jam biologis, mulai dari proses janin sampai pada kematian dalam suatu model yang memiliki program yang sudah “tercetak”. Peristiwa ini terprogram mulai dari tingkat sel sampai embrio, janin, masa bayi dan anak-anak, remaja, dewasa menjadi tua dan akhirnya meninggal. Teori Program meliputi pembatasan replikasi sel, proses imun, dan mekanisme neuroendokrin dari penuaan. Pada suatu penelitian laboratorium diketahui bahwa sel normal memiliki kapasitas yang terbatas untuk melakukan pembelahan yang terus menerus, hal inilah yang terjadi pada sel-sel tubuh orang dewasa yang akhirnya menjadi tua dan lemah, teori ini menjadi dasar dari teori pembatasan replikasi sel. Mekanisme neuroendokrin mengatakan bahwa ketika manusia menjadi tua, tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit akibatnya fungsi tubuh terganggu dan muncul berbagai keluhan.
2. Teori Wear and Tear menganggap bahwa tubuh dan sel-selnya yang terlalu sering digunakan dan disalahgunakan secara terus menerus akan menjadi lemah dan akan mengalami kerusakan dan akhirnya meninggal. Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan menurun fungsinya karena toksin di dalam makanan dan lingkungan yang kita terima setiap hari, selain itu juga akibat dari konsumsi lemak, gula, kafein, nikotin, alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting adalah akibar dari paparan sinar matahari serta stress fisik dan psikis. Yang harus diingat adalah bahwa kerusakan ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi pada tingkat sel.

2.2.2. Teori Proses Menua
A. Teori Biologi
1. Teori Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel-sel yang akan membelah, jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. (Spence & Masson dalam Waton, 1992). Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur.
Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut berisiko mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Ternyata sepanjang kehidupan ini, sel pada sistem ditubuh kita cenderung mangalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti.

2. Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai didalam nuclei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun, beruang; 47 tahun, kucing 40 tahun, anjing 27 tahun, sapi 20 tahun)
Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pangaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu. Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat di Jepang yaitu pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995)
Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980) melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kamampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies. Untuk membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut nukleus atau sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumla replikasi, kemudian menua, dan mati, bukan sitoplasmanya. (Suhana, 1994)

3. Sintesis Protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen perotein dalam jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktrur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada klulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia. (Tortora & anagnostakos, 1990) hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal.

4. Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.
Ketidak mampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mangalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik. (Tortora & anagnostakos, 1990)
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dengan proses ekskresi zat toksik didalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.

5. Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kamampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kamampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang megalami perubahan tersebut sebagi sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Goldstein, 1989)
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua jadi akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987)
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan meningkatnya umur (Suhana, 1994)
Teori atau kombinasi teori apapun untuk penuaan biologis dan hasil akhir penuaan, dalam pengertian biologis yang murni adalah benar. Terdapat perubahan yang progresif dalam kemampuan tubuh untuk merespons secara adaptif (homeostatis), untuk beradaptasi terhadap stres biologis. Macam-macam stres dapat mencakup dehidrasi, hipotermi, dan proses penyakit. (kronik dan akut)
B. Teori Psikologis
1. Teori Pelepasan
Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja dilakukan oleh mereka, untuk melepaskan diri dari masyarakat.
2. Teori Aktivitas
Teori aktivitas berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari aktivitas, tetapi mereka secara bertahap mengisi waktu luangnya dengan melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dan penyesuaian.
2.3. Penyebab Proses Penuaan
Banyak faktor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui proses penuaan. Pada dasarnya berbagai faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang menurun kadarnya, proses glikosilasi, sistem kekebalan tubuh yang menurun dan juga faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang salah, paparan polusi lingkungan dan sinar ultraviolet, stress dan penyebab sosial lain seperti kemiskinan. Kedua faktor ini saling terkait dan memainkan peran yang besar dalam penyebab proses penuaan.
Tubuh kita membentuk suatu reaksi kimia kompleks yang membentuk suatu molekul kimia yang tidak stabil yang disebut radikal bebas. Molekul radikal bebas ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel yang sehat melalui suatu proses yang disebut dengan Oksidasi. Proses ini sama seperti proses yang kita lihat pada apel hijau yang berubah warna menjadi coklat atau logam tembaga yang berubah warna dari emas kemerahan menjadi biru kehijauan. Produksi radikal bebas ini dapat meningkat jumlahnya apabila kita sering terpapar oleh sinar matahari, merokok, polusi udara dan mengkonsumsi makanan yang rendah nilai gizinya. Produksi radikal bebas yang semakin meningkat dalam tubuh kita memberi kontribusi yang besar terhadap terjadinya proses penuaan berbagai organ tubuh.
Stress juga berperan besar pada semakin cepatnya proses penuaan terjadi. Stress dalam hal ini tidak hanya terkait dengan psikologis tetapi juga jasmani. Apabila tubuh kita mengalami kerusakan, maka tubuh akan mencoba untuk memulihkan diri sendiri. Pada batas tertentu tubuh dapat pulih namun tidak seratus persen dan tentu tidak pada semua kasus. Semakin sering tubuh kita mengalami stress maka makin kecil kemungkinan tubuh untuk pulih akibatnya tubuh semakin menua dan menjadi rentan terhadap penyakit. Apa yang menyebabkan tubuh kita tidak bisa sepenuhnya memulihkan kerusakan tadi, sebagian besar belum diketahui.
2.4. Perubahan – Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Perubahan-perubahan Yang terjadi pada lanjut usia antara lain :
A. Perubahan-perubahan fisik
1. Sel
1. Lebih sedikit jumlahnya
2. Lebih besar ukurannya
3. Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler
4. Menurunnya proporsi protein di otak, otot, darah, dan hati.
5. Jumlah sel otak menurun.
6. Terganggunya mekanisme perbaikan sel
7. Otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%
2. Sistem persarafan
1. Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel otaknya dalam setiap harinya)
2. Cepatnyan menurun hubungan persarafan
3. Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
4. Mengecilnya saraf panca indra. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya dengan ketahanan terhadap dingin.
5. Kurang sensitif terhadap sentuhan
3. Sistem pendengaran
1. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran). Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun
2. Membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
3. Terjadi pengumpulan serumen dapat mengeras karena menginkatnya keratin.
4. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/stres.
4. Sistem penglihatan
1. Sfingter pupil timbul skelerosis dan hilangnya tespon terhadap sinar.
2. Kornea lebih berbentuk sferis (bola)
3. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan.
4. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap
5. Hilangny daya akomodasi
6. Menurunnya lapangan pandang; berkurang luas pandangannya.
7. Berkurangnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.
5. Sistem kardiovaskuler
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung untuk memompa menurun 1% setiap tahun sesudah berumut 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elatisitas pembuluh darah; kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (menyebabkan pusing mendadak)
5. Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer; sistolis normal 170 mmHg, diastolis normal 90 mmHg.
6. Sistem pengaturan temperatur tubuh
Pada sistem pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertntu, kemunduran terjadi sebagai faktor yang mempengaruhinya. Yang sering ditemui antara lain;
1. Sistem metabolisme
a. Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik  35o ini akibat metabolisme yang menurun
b. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
2. Sistem respirasi
a. Otot-otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku
b. Menurunnya aktivitas dari silia
c. Paru-paru kehilangan aktivitas; kapasitas residu meningkat, menarik nafas menjadi berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalaman bernafas menurun
d. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang
e. O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
f. CO2 pada arteri tidak berganti
g. Kemampuan untuk batuk berkurang
h. Kemampuan pegas, dinding, dada, dan kekuatan otot pernapasan akan menurun seiring degan bertambahnya usia.
3. Sistem gastrointestinal
a. Kehilangan gigi; penyebab utama adalah Periodental disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
b. Indera pengecap menurun; adanya iritasi yang kronis, dari selaput lendir, atropi indera pengecap (80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam, dan pahit.
c. Esofagus melebar
d. Lambung, rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun), asam labung menurun, waktu mengosongkan menurun.
e. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi
f. Fungsi absobsi melemah (daya absobsi terganggu)
g. Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
h. Sistem reproduksi
i. Menciutnya ovari dan uterus
j. Atrofi payudara
k. Pada laku-laki testis masih dapat memproduksi spermatosoa, meskipun adanya penurunan secara beransur-ansur
l. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (asal kondisi keksehatan baik), yaitu;
• Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia
• Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual
• Tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami
m. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi perubahan-perubahan warna.
4. Sistem genito urinaria
a. Ginjal, merupaan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui urine darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan unit terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di glumerulus, kemudia mengecil dan nefron menjadi atrofi. Aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%. Fungsi tubulus berkurang akibatnya; kurang kemapuan mengkonsentrasi urine, berat jenis urine menurun, proten uria.
b. Vesika urinaria (kandung kemih); otot-ototnya menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200ml atau menyebabkan frekuensi buang air kecil meningkat. Vesika urinari susah dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
c. Pembesaran prostat kurang lebih 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun
d. Atrofi vulva
5. Sistem endokrin
a. Produksi hampir semua hormon menurun
b. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah
c. Pituitari; hormon pertumbuhan ada tetapi lebih rendah tetapi rendah dan hanya dalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH, LH.
d. Menurunnya aktifitas tiroid, BMR menurun.
6. Sistem kulit
a. Kulit mengerut atau keriput akibat kahilangan jaringan lemak
b. Kulit kasar dan bersisik,
c. Mekanisme proteksi kulit menurun
• Produksi serum menurun
• Gangguan pigmentasi kulit
d. Kulit kepala dan rambut menipis
e. Kelenjar keringat berkurang jumlahnya
7. Sistem muskuloskeletal
a. Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh
b. Kifosis
c. Discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek
d. Persendian membesar dan menjadi pendek
e. Tendon mengerut dan mengalami skelrosis
8. Perubahan mental
a. Faktor yang mempengaruhi perubahan mental
• Perubahan fisik, organ perasa
• Kesehatan umum
• Tingkat pendidikan
• Keturunan
• Lingkungan
b. Memory: jangka panjang (*berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa perubahan. Kenangan jangka pendek (0-10 menit) kenangan buruk
c. Intelegency; tidak berubah dengan informasi matematik dan perkataan verbal.
d. Berkurangnya keterampilan psikomotor.
9. Perubahan psikososial

B. Penurunan Fungsi Fisiologis Kognitif Oleh Proses Penuaan

Penyakit neurodegeneratif sering terjadi pada orang tua, kemungkinan karena pada proses penuaan telah terdapat banyak kelainan neuron. Sel/jaringan yang masih muda dibekali kemampuan untuk memperbaharui diri, mempertahankan struktur dan fungsi, bertahan terhadap jejas dan mampu memperbaiki kerusakan yang mengenainya. Pada proses penuaan kemampuan ini berkurang dan hilang secara bertahap. Beberapa penyakit neurodegeneratif umumnya berhubungan dengan kelainan ini.
Banyak faktor yang mempengaruhi integritas susunan saraf pusat pada usia lebih dari 50 tahun, karena itu periu pemeriksaan berkala mengenai fungsi memori dan kognitif.

Pada penuaan terdapat kelainan neuron yang sangat menonjol yaitu:
1. Hilangnya sel neuron.
2. Hilangnya bagian-bagian neuron serta akumulasi lipofuscin intra sitoplasmik.
3. Pembentukan protein fibril abnormal pada neuron (neurofibrillary tangle -
NFT) dan struktur abnormal yang disebut neurit plaque (NP).
Apabila dibanding dengan sel neuron orang muda, maka akibat proses penuaan selain jumlah neuron sangat berkurang, juga terdapat NFT dan akumulasi lipofusin pada sitoplasma serta NP pada neurit. Bangunan abnormal tersebut akan mengganggu fungsi neuron akibat mendesak organela dalam sitoplasma, maupun sistim hantaran impuls.
Beberapa gangguan juga dapat menimbulkan demensia, seperti metabolik, infeksi, dan gangguan struktural dapat menimbulkan gangguan kognitif/memori semata (isolated). Karena penyakit neurodegeneratif paling sering menyerang pada subyek di atas 65 tahun, dan karena penyakit ini khususnya mengenai hipokampus, maka memiliki andil besar dalam penurunan fungsi memori.
Beberapa penyebab yang masih dugaan antara lain adalah perubahan-perubahan hormon-hormon adrenal dan gestasional, pasokan serebrovaskuler (demensia vaskuler), dan stres oksidatif, yang terkait dengan kemunduran-kemunduran neuronal. Penurunan memori yang terkait usia ini diduga mempunyai komponen genetik. Ringkasnya, latar belakang penurunan fungsi kognitif di usia lanjut mempunyai latar belakang yang sangat beragam. Adapun gangguan kognitif sangat berpengaruh pada terjadinya penyakit dan kematian :



Parkinson

Penyakit neurodegeneratif merupakan kelompok kelainan yang secara khas ditandai adanya degenerasi neuron secara progresif, timbul spontan mengenai daerah otak spesifik, medulla spinalis atau keduanya. Penyakit neurodegeneratif yang banyak menimbulkan demensia adalah penyakit Alzheimer, demensia Lewy bodies (DLB) dan penyakit Parkinson (Parkinson's disease = PD).

Stroke

Pada kelompok kelainan ini demensia terjadi akibat problema sirkulasi darah pada otak (penyakit serebrovaskuler). Apabila dibandingkan dengan penyakit neurodegeneratif yang belum diketahui patogenesisnya, maka pada kelompok ini penyebab demensia diketahui, misalnya hemoragi serebri, trombosis atau emboli, atau iskemia yang menyebabkan kematian jaringan otak (stroke).

Demensia vaskuler di kepustakaan diperkirakan 20% dari kasus demensia. Kasus demensia vaskuler yang ditemukan adalah demensia multi-infark (MID) 20% (prosentase MID bersama AD 30-60% dari seluruh demensia). Penyakit Binswanger (demensia vaskuler subkortikal) termasuk kasus yang jarang ditemukan, dan yang paling jarang adalah yang berhubungan dengan penyakit autoimun (SLE).

Trauma Kepala

Trauma kepala telah dibuktikan menyebabkan gangguan kognitif. Penelitian mendapatkan hubungan yang kuat bahwa trauma kepala berat merupakan awal terjadinya demensia. Hal itu didapatkan banyak kehilangan ingatan setelah beberapa tahun mengalami trauma kepala.

Tumor Otak

Tumor yang timbul lebih kedepan mungkin membesar sangat luas sebelum menyebabkan tanda fokal; terkadang sedikit gangguan memori, intelek, personalitas, berkembang menjadi demensia berat. Tumor ini dapat berasal dari jaringan otak sendiri ataupun dari metastasis.

Infeksi SSP

Infeksi pada susunan saraf pusat secara langsung akan menyebabkan kerusakan sel otak, selain itu karena adanya vaskulitis akan menggangu aliran darah yang akhirnya akan menambah kerusakan sel saraf mengakibatkan timbulnya demensia.

Epilepsi

Gangguan kognitif pada penyandang epilepsi secara umum telah banyak dilaporkan, dengan dampak utamanya pada fungsi memori. Gangguan ini dapat bersifat sementara sampai gangguan memori yang permanen.

Depresi dan Ansietas

Demensia pada penderita depresi bisa sifatnya sebagai pseudodemensia. Dengan kata lain depresi, stress, kecemasan bisa memperburuk kognisi, oleh sebab itu menegakkan diagnosa yang tepat sangat penting.

Obat yang mempengaruhi Susunan Saraf Pusat (SSP)

Penyalahgunaan obat berakibat intoksikasi obat yang akan memperburuk kemampuan kognitif. Beberapa jenis obat diantaranya adalah anticholinergik, sedativa, anti aritmia, anti psikotik, anti hipertensi, narkotik, antikonvulsan, anti histamin, kortikosteroid, agonis dopamine, anti depresan.21 Terpapar oleh carbon monooksida, zat alumunium, merkuri, arsenic juga menyebabkan gangguan kognitif.

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah metode pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif yang telah digunakan secara luas oleh para klinisi untuk praktek klinik maupun penelitian.

Banyak penelitian telah menggunakan Global Deterioration Scale (GDS) dan Clinical Dementia Rating (CDR) sebagai instrumen untuk mengetahui tingkat gangguan fungsi kognitif mulai dari yang normal karena aging sampai dengan demensia berat.

Mini Mental State Examination (MMSE), Global Deterioration Scale (GDS) dan Clinical Dementia Rating (CDR) adalah instrumen pemeriksaan untuk menilai fungsi kognitif yang digunakan dalam konsensus nasional ”Pengenalan dan penatalaksanaan demensia Alzheimer dan demensia lainnya”. Untuk menyingkirkan adanya depresi digunakan instrumen skala depresi geriatrik. Pengelompokan skor instrumen MMSE, BSF bila skor: 27-30, MCI: 23-26, demensia: <22; instrumen GDS, BSF bila skor: 1-2, MCI: 3, demensia : >4; dan instrumen CDR, BSF bila sko : 0, MCI: (0,5), demensia: >1.
2.5. Tiga Fase Proses Penuaan
PENUAAN tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui beberapa tahapan atau fase, sehingga kita memiliki kesempatan untuk menghambatnya, salah satunya dengan menjaga pola makan dan pemakaian krim atau pelembab untuk melindungi kulit dari sengatan matahari agar kulit tidak cepat kering atau keriput. Menurut Dr. Maria Sulindro, direktur medis Pasadena anti-aging, AS, Proses penuaan terjadi secara bertahap dan secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 fase :

Fase 1
Pada saat mencapai usia 25-35 tahun. Pada masa ini produksi hormon mulai berkurang (mulai mengalami penurunan produksi). Polusi udara, diet yang tak sehat dan stres merupakan serangan radikal bebas yang dapat merusak sel-sel tubuh. Di fase ini mulai terjadi kerusakan sel tapi tidak memberi pengaruh pada kesehatan. Tubuh pun masih bugar terus. Penurunan ini mencapai 14 % ketika seseorang berusia 35 tahun.
Fase 2
Kedua transisi, yakni pada usia 35-45 tahun. Produksi hormon sudah menurun sebanyak 25%, sehingga tubuh pun mulai mengalami penuaan. Biasanya pada masa ini, ditandai dengan lemahnya penglihatan (mata mulai mengalami rabun dekat) sehingga perlu menggunakan kacamata berlensa plus, rambut mulai beruban, stamina dan energi tubuh pun berkurang. Bila pada masa ini dan sebelumnya atau bila pada usia muda, kita melakukan gaya hidup yang tidak sehat bisa berisiko terkena kanker.

Fase 3
Puncaknya pada tahap fase klinikal, yakni pada usia 45 tahun ke atas. Pada masa ini produksi hormon sudah berkurang hingga akhirnya berhenti sama sekali. Kaum perempuan mengalami masa yang disebut menopause sedangkan kaum pria mengalami masa andropause. Pada masa ini kulit pun menjadi kering karena mengalami dehidrasi/kulit menjadi keriput, terutama di bagian samping dan di bawah mata kita, juga kulit tangan kita yang tidak sekencang dulu, tubuh juga menjadi cepat lelah. Berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes, osteoporosis, hipertensi dan penyakit jantung koroner mulai menyerang dan menjadi sesuatu yang sangat mengerikan.
Karena proses penuaan ini terjadi melalui beberapa tahapan, sebenarnya ada banyak waktu untuk menghambatnya. Cepat lambatnya proses penuaan, 30% dipengaruhi oleh faktor genetika / keturunan dan 70 % lebih dipengaruhi oleh gaya hidup. Kalau anggota keluarga cenderung awet muda. Kita pun besar kemungkinan akan berpenampilan awet muda. Gaya hidup yang penuh stres, kurang istirahat, banyak makan makanan berlemak dan berkalori tinggi, kurang gerak serta hidup di lingkungan yang penuh polusi akan merusak sel sehingga menjadi lebih tua. Akibatnya, kita pun mengalami penuaan usia biologik. Namun, kondisi ini dapat dihindari dengan program anti aging baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan medis. Misalnya : Seseorang yang rajin berolahraga, terbukti bisa menangkal sejumlah penyakit kardiovaskuler. Olah raga ringan di sela aktivitas seperti senam, lari atau jalan cepat sebaiknya sering dilakukan.
Semakin jauh seseorang dari derita penyakit jantung, stroke dan sejenisnya, Semakin berbahagia hidupnya. Dan kebahagiaan itu merupakan salah satu peran terbesar penunda penuaan. Tidak mungkin rasanya orang bisa terlihat sehat dan awet muda kalau tubuhnya dihinggapi berbagai jenis penyakit berbahaya. Penunda penuaan lainnya adalah faktor diet dan nutrisi. Apa yang kita makan menentukan tubuh kita. Diet dan nutrisi sangat berperan dalam menentukan proses penuaan dan kesehatan seseorang.

2.6. Batasan Lanjut Usia
Beberapa pendapat mengenai batasan umur lansia.
MENURUT ORGANISASI KESEHATAN DUNIA
Lanjut usia meliputi:
• Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
• Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun
• Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun
• Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun

MENURUT Prof. Dr. Ny. SUMIATI AHMAD MOHAMMAD
Membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut:
• 0-1 tahun = masa bayi
• 1-6 tahun = masa prasekolah
• 6-10 tahun = masa sekolah
• 10-20 tahun = masa pubertas
• 40-65 tahun = masa setengah umur (prasenium)
65 tahun keatas = masa lanjut usia (senium)
2.7. Upaya Menghambat / Mencegah Proses Penuaan
2.7.1. Pencegahan Proses Penuaan

Banyak orang yang bertanya-tanya dalam hati, apakah proses penuaan itu dapat dicegah ? (Paradigma Baru). Seiring bertambahnya usia hidup kita dan semakin terpakainya seluruh organ tubuh, kita memang tidak bisa mengelak dari proses penuaan. Kita telah mengetahui bahwa proses penuaan disebabkan oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Ini berarti bahwa proses penuaan bukanlah datang dengan sendirinya tanpa penyebab. Dan karena itu lah proses penuaan adalah suatu proses yang dapat dicegah dan dihambat apabila faktor-faktor pendukungnya juga dapat dihambat dan diatasi. Hal ini sesuai dengan paradigma baru dalam kedokteran anti penuaan yang dikenalkan oleh American Academy of Anti Aging Medicine tahun 1993, dimana tantangan dari paradigma baru ini adalah bagaimana mencegah, menunda, bahkan mengembalikan ke kondisi semula semua proses yang membuat manusia menua dengan semua disfungsi, tanda dan gejala.
Tiga hal penting berkaitan dengan konsep kedokteran anti penuaan yang memberi harapan dalam menghambat proses penuaan adalah pertama, penuaan adalah suatu proses yang dapat dicegah, ditangani bahkan dikembalikan ke keadaan semula. Kedua, manusia bukanlah tahanan dari takdir genetik mereka, dan ketiga gejala penuaan terjadi karena kadar hormon yang menurun, bukan kadar hormon menurun karena proses penuaan.Kehadiran konsep ini memberikan fakta ilmiah yang menunjukkan bahwa proses penuaan bisa diperlambat, ditunda, dan bahkan bisa dikembalikan. Dibandingkan dengan kedokteran konvensional yang mengobati gejala atau akibat dari penuaan, maka kedokteran anti-aging lebih pada merubah proses penuaan itu sendiri dan sekaligus membawa harapan baru bagi umat manusia.
Jadi penuaan adalah suatu proses yang dapat kita cegah, kita hindari dan kita minimalisasi. Dengan demikian maka umat manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan dan penyakit. Sebaliknya, sebelum muncul keluhan dan gejala yang umumnya terjadi pada usia lanjut, perlu ada upaya untuk menghambat proses penuaan.

2.7.2. Memperlambat Proses Penuaan

Proses penuaan dapat dicegah dan diperlambat apabila kita memiliki gaya hidup yang baik dan sehat dan dengan konsisten kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, yang tentu saja harus dibarengin dengan komitmen dan keinginan untuk hidup sehat.
1. Olahraga teratur, dan konsisten
Olah raga merupakan salah satu cara menjaga awet muda dan menghindari berbagai penyakit.Tidak pernah terlambat untuk mulai membiasakan diri berolahraga. Dengan berolahraga teratur, tubuh dibiasakan untuk selalu aktif dan sirkulasi darah ke seluruh tubuh tetap sehat. Sebuah studi yang dilakukan oleh ilmuwan di Universitas Harvard menyebutkan bahwa orang-orang yang memulai kebiasaan olahraga lebih lambat pada usia tua ternyata memiliki tingkat kesakitan dan kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan orang-orang yang pada usia mudanya rajin berolahraga tapi lalu menjadi malas berolahraga di usia tuanya. Hal ini membuktikan bahwa orang tidak pernah terlalu tua untuk mulai berolahraga.

2. Makanlah makanan yang sehat
Apa yang kita makan sangat mempengaruhi seluruh proses dalam tubuh dan hal ini akan terpancar keluar. Beberapa tips yang dapat digunakan dalam memilih makanan yang dapat membantu memperlambat proses penuaan dalam tubuh kita : Batasi konsumsi gula olahan dan lemak terutama lemak jenuh hewani, konsumsi makanan berserat tinggi (seperti, gandum, buah dan sayuran segar), lebih baik mengkonsumsi karbohidrat kompleks/polisakarida dibandingkan glukosa (nasi, roti, pasta), Konsumsi kalsium yang cukup, perbanyak minum air putih 10 gelas setiap hari, dan dianjurkan untuk mengkonsumsi ekstra antioksidan, seperti 100 IU Vit.E.

3. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala yang diperlukan dan
sesuai dengan kondisi masing-masing individu.
Bagaimana kita bisa mengetahui apakah kondisi tubuhnya kita fit atau tidak untuk tetap dapat menjalankan kehidupan ? Tentu kita tidak bisa mengukurnya hanya dari diri kita sendiri yang merasa tidak ada keluhan dan merasa tidak ada bagian dari tubuh kita yang terasa sakit, itulah pentingnya kita melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala. Kesadaran akan pentingnya nilai kesehatan inilah yang merupakan salah satu bentuk upaya dari menghambat proses penuaan.

4. Kelola / hindari stres dengan selalu berpikir positif
Apa yang kita rasakan akan tercermin pada wajah kita. Orang yang sedang bahagia, wajahnya akan terlihat berseri-seri, santai dan kelihatan lebih muda dari usia sebenarnya. Maka dari itu, kita harus menghindari stress / harus bisa mengelola stress dengan selalu berpikir positif. Karena pikiran positif pasti akan menghasilkan tindakan yang positif juga. Mulai sekarang cobalah untuk selalu berpikir positif dan buang jauh-jauh pikiran buruk.
Banyak studi ilmiah sudah dilakukan yang menyatakan bahwa kondisi stress psikologis yang berlangsung lama dapat mempercepat proses penuaan dan membuat orang menjadi lebih tua sebelum waktunya. Secara ilmiah dikatakan bahwa, kondisi stress psikologis secara tidak langsung dapat merusak struktur telomere, yaitu suatu komponen biokimia yang terdapat pada kromosom manusia yang berperan pada replikasi sel. Dengan setiap replikasi sel, telomere memendek. Mekanisme telomere ikut menentukan rentang usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia organisme itu sendiri. Maka penting sekali untuk dapat mengelola stres kehidupan dengan menjaga pikiran agar senantiasa berpikir positif dan optimis.

2.7.3. Adapun Tips Awet Muda lainnya
• Istirahat cukup
Tidur yang cukup baik bagi tubuh. Luangkan waktu 6-8 jam sehari untuk istirahat malam. Tidur yang tak cukup akan membuat tubuh tidak segar.
• Tertawa
Semua pasti setuju bahwa tertawa merupakan obat awet muda yang paling mujarab. Tertawa juga bisa membuat zat residu di paru-paru menurun dan berganti dengan oksigen yang lebih segar. Bukan hanya itu, tertawa juga berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah dan hormon stres.
• Santai
Senda gurau dan curhat bisa jadi satu alternatif untuk melepaskan penat dalam pikiran. Bisa dengan melakukan relaksasi, seperti memanjakan diri di spa atau di pijat. Aroma terapi juga ada bagusnya. Yang penting kita bisa santai dan pikiran pun tenang.
• Gunakan pelindung
Sinar matahari merupakan salah satu faktor utama penyebab penuaan dini. Oleh karena itu, gunakan selalu lotion pelembab khususnya bila keluar rumah, agar kulit tetap segar, lembab dan tidak terbakar sinar matahari, terutama sinar ultra violet.

Patologi - Gangguan Sirkulasi Darah

Gangguan Sirkulasi
Agar fungsi jaringan dapat berjalan normal maka perlu :
Sirkulasi darah yang baik
Keseimbangan antara cairan tubuh intra-dan ekstravaskuler
Konsentrasi zat-zat dalam cairan yang tetap, termasuk elektrolit-elektrolit.
Seluruh susunan sirkulasi tubuh menyelenggarakan pengangkutan semua substansi yang dibutuhkan untuk digunakan, maupun yang telah dibentuk dan harus dibuang. Termasuk ini adalah oksigen, karbondioksida, air, garam-garam, zat-zat makanan, metabolit-metabolit, hormon-hormon, panas, dll. Pertukaran zat antara cairan tubuh dan cairan intraseluler terjadi melalui membran sel.
Karena fungsi sirkulasi peredaran cairan tubuh melibatkan komponen cairan, volume, dan aliran cairan ini, maka gangguan fungsinya pun dapat dikelompokkan seperti dalam tabel berikut ini:
Jenis Gangguan Kejadian
1. Gangguan cairan tubuh dan elektrolit
2. Gangguan volume
3. Gangguan obstruksi Edema, dehidrasi, defisiensi elektrolit atau kelebihan elektrolit.
Hiperemi, perdarahan (hemoragi) dan syok.
Trombosis, emboli, iskemi, infark, serta sumbatan akibat adanya hal lain seperti tumor, jaringan fibrosis dan parasit.
1. Kongesti (Hiperemia)
Kongesti adalah keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan (peningkatan jumlah darah) di dalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Kata lain untuk kongesti adalah hiperemia.

Pada dasarnya terdapat dua mekanisme dimana kongesti dapat timbul :
Kongesti aktif
Kenaikan jumlah darah yang mengalir ke daerah itu dari biasanya. Kenaikan aliran darah lokal ini disebabkan oleh karena adanya dilatasi arteriol yang bekerja sebagai katup yang mengatur aliran ke dalam mikrosirkulasi lokal. Kongesti aktif ini biasanya terjadi dengan waktu yang relatif singkat.
Contoh : Warna merah padam pada wajah pada saat marah/ malu, yang pada
dasarnya adalah vasodilatasi yang timbul akibat respon terhadap stimulus neurogenik.
Kongesti pasif
Penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah yang disebabkan oleh adanya tekanan pada venula-venula dan vena-vena yang mengalirkan darah dari jaringan. Selain sebab lokal tadi, kingesti pasif juga dapat terjadi akibat sebab sistemik, sebagai contoh adalah kegagalan jantung dalam memompa darah yang mengakibatkan gangguan aliran vena. Berdasarkan waktu serangannya, kongesti pasif dibagi 2, yaitu:
a. Kongesti pasif akut : berlangsung singkat, tidak ada pengaruh pada jaringan yang terkena.
b. Kongesti pasif kronis : berlangsung lama, dapat terjadi perubahan- perubahan yang permanen pada jaringan, terjadi dilatasi vena.
Contoh kongesti pasif adalah varises.

2. Edema
Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan diantara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh (beberapa ahli juga memasukkan dalam definisi itu penimbunan cairan berlebihan di dalam sel). Jika edema mengumpul dalam rongga, biasanya dinamakan efusi, misalnya efusi perikardium, efusi pleura. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneum biasanya diberi nama asites. Sedangkan edema umum atau menyeluruh disebut anasarka.
Etiologi edema ada beberapa, yaitu:
1) Tekanan hidrostatik
2) Obstruksi saluran limfe
3) Kenaikan permeabilitas dinding pembuluh
4) Penurunan konsentrasi protein
Dalam edema, cairan yang tertimbun digolongkan menjadi 2, yaitu :
1) Transudat : yaitu cairan yang tertimbun di dalam jaringan karena bertambahnya permeabilitas pembuluh terhadap protein.
2) Eksudat : yaitu cairan yang tertimbun karena alasan-alasan lain dan bukan akibat dari perubahan permeabilitas pembuluh.
Akibat dari edema adalah sebagai petunjuk untuk mengetahui ada sesuatu yang terganggu dalam tubuh kita. Sebagai contoh adalah pada kasus payah jantung kongestif, terdapat edema pada mata kaki si penderita. Hal ini menjadi indikator adanya kehilangan protein. Edema juga berbahaya jika mengenai otak, otak akan membengkak dan tertekan pada tulang pembatas tengkorak, peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan aliran darah dalam otak dan dapat menimbulkan kematian.

3. Perdarahan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler, disertai penimbunan dalam jaringan atau ruang tubuh atau disertai keluarnya darah dari tubuh. Untuk menyatakan berbagai keadaan pendarahan digunakan istilah-istilah deskriptif khusus. Penimbunan darah pada jaringan disebut hematoma. Jika darah masuk ke dalam berbagai ruang dalam tubuh, maka dinamakan menurut ruangannya.
Misalnya : hemoperikardium, hemotoraks, hemoperitoneum, hematosalping.
Penyebab perdarahan yang paling sering dijumpai adalah hilangnya integritas dinding pembuluh darah yang memungkinkan darah keluar, dan hal ini sering disebabkan oleh trauma eksternal contohnya cedara yang disertai memar. Dinding pembuluh bisa pecah akibat penyakit maupun trauma. Penyebab lainnya adalah adanya gangguan faktor pembekuan darah.

4. Trombosis
Proses pembentukan bekuan darah atau koagulum dalam sistem kardiovaskuler selama manusia masih hidup, disebut trombosis. Koagulum darah dinamakan trombus. Terdapat tiga keadaan dasar dimana bekuan terbentuk secara tidak normal, yaitu :
a. Adanya kelainan dinding dan lapisan pembuluh,
b. Kelainan aliran darah,
c. Peningkatan daya koagulasi darah sendiri


5. Embolisme
Embolisme adalah transportasi massa fisik yang terbawa dalam aliran darah dari satu tempat ke tempat lain dan tersangkut di tempat baru. Massa fisik itu sendiri dinamakan emboli. Emboli berasal dari :
1) Emboli pada manusia yang paling sering dijumpai berasal dari trombus dan dinamakan tromboemboli.
2) Pecahan jaringan dapat menjadi emboli bila memasuki sistem pembuluh darah, biasanya dapat terjadi pada trauma.
3) Sel-sel kanker dapat menjadi emboli, cara penyebaran penyakit yang sangat tidak diharapkan.
4) Benda asing yang disuntikkan ke dalam sistem kardiovaskular.
5) Tetesan cairan yang terbentuk dalam sirkulasi akibat dari berbagai keadaan atau yang masuk ke dalam sirkulasi melaui suntikan dapat menjadi emboli.
6) Gelembung gas juga dapat menjadi emboli.
Emboli dalam tubuh terutama berasal dari trombus vena, paling sering pada vena profunda di tungkai atau di panggul. Karena keadaan anatomis, emboli yang berasal dari trombus vena biasanya berakhir sebagai emboli arteri pulmonalis.
Akibat dari emboli :
1) Jika fragmen trombus yang sangat besar menjadi emboli maka sebagian besar suplai arteri pulmonalis dapat tersumbat dengan mendadak. Hal ini dapat menimbulkan kematian mendadak.
2) Sebaliknya, emboli arteri pulmonalis yang lebih kecil dapat tanpa gejala, mengakibatkan perdarahan paru-paru sekunder karena kerusakan vaskular atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dari paru-paru.

6. Aterosklerosis
Aterosklerosis atau ”pengerasan arteri” merupakan fenomena penyakit yang sangat penting pada kebanyakan negara maju. Istilah aterosklerosis sebenarnya meliputi setiap keadaan pembuluh arteri yang mengakibatkan penebalan atau pengerasan dinding.
 Etiologi dan Insidens Aterosklerosis
Laju peningkatan ukuran dan jumlah ateroma dipengaruhi oleh berbagai faktor.
1) Faktor genetik tertentu penting, dan aterosklerosis serta komplikasinya sering cenderung terjadi dalam keluarga.
2) Orang dengan kadar kolesterol yang meninggi ( Hiperkolesterol )
3) Orang yang menderita D.M. (Diabetes Melitus) seringkali peka akan aterosklerosis.
4) Tekanan darah merupakan faktor penting bagi insiden dan beratnya aterosklerosis. Pada umumnya penderita hipertensi akan menderita aterosklerosis lebih awal dan lebih berat dan beratnya penyakit mempunyai hubungan dengan tekanan darah, walaupun dalam batas normal.
5) Faktor risiko lain di dalam perkembangan aterosklerosis adalah merokok. Merokok merupakan faktor lingkungan utama yang menyebabkan peningkatan beratnya aterosklerosis.
 Akibat Aterosklerosis
Akibat aterosklerosis sebagian bergantung pada ukuran arteri yang terserang.
1) Jika arteri berukuran sedang, aterosklerosis lambat laun dapat mengakibatkan penyempitan atau obstruksi total. Komplikasi aterosklerosis dapat mengakibatkan penyumbatan mendadak. (Trombosis cenderung menimbulkan penyumbatan dalam arteri kecil ataupun ukuran sedang, tetapi mungkin dalam bentuk endapan mural yang relatif tipis pada pembuluh besar seperti aorta).
2) Pembentukan trombus pada intima yang kasar, yang ditimbulkan oleh bercak aterosklerosis.
3) Komplikasi lain aterosklerosis adalah perdarahan ke pusat bercak yang lunak
4) Komplikasi lain yang dapat mengakibatkan penyumbatan arteri akut adalah ruptur bercak disertai pembengkakan kandungan lipid yang lunak ke dalam lumen dan penyumbatan pada bagian hilir pembuluh yang lebih sempit.
5) Kerusakan tunika media yang dapat mengakibatkan kemungkinan terbentuknya ”aneurisma aterosklerosis” yang merupakan penggelembungan dinding arteri yang lemah.

7. Iskemia dan Infark
Iskemia adalah suplai darah yang tidak memadai ke suatu daerah/jaringan. Jika jaringan dibuat iskemik, jaringan tersebut akan menderita karena tidak mendapat suplai oksigen dan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Setiap hal yang mempengaruhi aliran darah dapat menimbulkan iskemia jaringan. Sebab yang paling jelas adalah obstruksi lokal arteri.
Pengaruh iskemia bervariasi tergantung pada intensitas iskemianya, kecepatan timbulnya, dan kebutuhan metabolik pada jaringan itu. Akibat dari Iskemik :
1) Pada beberapa keadaan iskemia, biasanya yang mengenai jaringan otot, rasa sakit dapat merupakan gejala penurunan suplai darah.
2) Efek lain dari iskemia jika timbul perlahan-lahan dan berlangsung lama, adalah atrofi dari jaringan yang terkena. (pengurangan massa jaringan)
3) Akibat iskemia yang paling ekstrim adalah kematian jaringan yang iskemik. Daerah yang mengalami nekrosis iskemik dinamakan infark. Dan proses pembentukan infark disebut infarksi.

8. Shock
Shock adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisiensi sirkulasi akibat disparitas (ketidakseimbangan) antara volume darah dengan ruang susunan vaskuler.
Gejala-gejala shock : Rasa Lesu dan Lemas, Kulit yang basah (keringat), Kesadaran
menurun, kolaps vena, terutama vena-vena superfisial, Kepucatan, Nadi cepat dan lemah, Tachicardia (tekanan nadi tidak normal), Pernafasan dangkal (Sesak nafas), Tekanan darah rendah (hipotensi), oliguria dan kadang-kadang disertai muntah yang berwarna seperti air kopi akibat perdarahan dalam lambung (hematemesis).

9. Dehidrasi
Dehidrasi ialah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang disertai ”output” yang melebihi ”intake” sehingga jumlah air pada tubuh berkurang. Meskipun yang hilang terutama ialah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan elektrolit.
Dehidrasi dapat terjadi karena :
1. Kemiskinan air (water depletion) ;
2. Kemiskinan natrium (sodium depletion) ;
3. Water and sodium depletion bersama-sama.